IDENTIFIKASI Fusarium PENYEBAB PENYAKIT LAYU
PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DAN PENGENDALIANNYA DENGAN MIKORIZA VESIKULA ARBUSKULA (MVA) Afifah Nur Shobah
12/339307/PBI/1071 Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan sayuran buah yang dikonsumsi sehari-hari. Kebutuhan cabai dari tahun ke tahun meningkat tetapi hasil panen mengalami penurunan. Hal ini disebabkan serangan penyakit layu Fusarium. Pengendalian penyakit yang biasa digunakan adalah menggunakan fungisida tetapi hal ini dapat menimbulkan residu berbahaya bagi lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan cara memanfaatkan fungi Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis Fusarium yang menyerang penyakit layu pada tanaman cabai, menyeleksi Fusarium yang memiliki intensitas serangan paling tinggi terhadap penyakit layu Fusarium dan mengetahui pengaruh pemberian inokulum MVA terhadap pertumbuhan dan penekanan intensitas penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai. Cara kerja penelitian meliputi isolasi dan identifikasi F. oxysporum penyebab penyakit layu Fusarium dari akar tanaman cabai, berdasarkan karakter makroskopis dan mikroskopis, meliputi warna permukaan, ada tidaknya pigmen warna, hifa, makrokonidia, mikrokonidia dan false heads. F. oxysporum kemudian diuji secara in vitro dan in vivo dengan menginokulasikan MVA, dilanjutkan inokulasi F. oxysporum 6 minggu setelah inokulum MVA. Pengamatan parameter pertumbuhan dilakukan terhadap jumlah daun, tinggi tanaman, panjang akar, berat segar pucuk, berat segar akar, berat kering pucuk, berat kering akar, disease index dan persentase akar terinfeksi MVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan MVA berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tetapi tidak berpengaruh terhadap adanya F. oxysporum. Fusarium yang menyerang penyakit layu pada tanaman cabai yaitu F. oxysporum dan F. solani. dengan intensitas paling tinggi yaitu F. oxysporum. Pemberian inokulum MVA berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan tidak berpengaruh terhadap penekanan intensitas penyakit layu.
Kata kunci: cabai merah, Fusarium oxysporum, penyakit, MVA |
|
EFEK KADMIUM TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN,
KARBOHIDRAT, DAN KALSIUM KERANG AIR TAWAR (Elongaria orientalis Lea, 1840) Akhmad Syakur
12/340014/PBI/1082 Kadmium (Cd) termasuk logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan perairan, memiliki waktu paruh yang lama, dan bersifat toksik pada konsentrasi rendah. Di perairan, logam tersebut dapat terserap oleh organisme akuatik melalui insang dan saluran pencernaan. Cd dapat menghambat enzim yang berperan penting dalam metabolisme protein dan karbohidrat. Dalam pembentukan cangkang, protein, karbohidrat, dan kalsium (Ca) merupakan komponen penting dalam proses tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek Cd terhadap kandungan protein, karbohidrat, dan kalsium pada jaringan lunak kerang air tawar. Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan respon fisiologis kerang air tawar sebagai parameter awal yang dapat digunakan untuk mengetahui toksisitas Cd dalam tubuh. Pada penelitian ini digunakan kerang air tawar (Elongaria orientalis) sebagai organisme model. Kerang dipelihara dalam akuarium dengan exposure Cd 20 µg/L selama 24 hari dan depurasi sampai hari ke-36. Pengambilan sampel kerang berupa mantel, ginjal, insang, dan digestive gland dilakukan pada hari ke-0, 1, 6, 12, 18, 24, 30, dan 36. Kandungan protein pada sampel diuji dengan metode Bradford, kandungan karbohidrat sampel dengan metode Phenol-Asam Sulfat, dan kandungan kalsium ditentukan dengan AAS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemaparan Cd selama 24 hari menyebabkan penurunan kandungan protein dan karbohidrat, sedangkan kandungan kalsium mengalami peningkatan. Selama masa depurasi, terjadi peningkatan kandungan protein dan karbohidrat, sedangkan kandungan kalisum mengalami penurunan.
Kata kunci: kadmium, kerang air tawar, protein, karbohidrat, kalsium |
ANALISIS VEGETASI POHON DI DAERAH
TANGKAPAN AIR MATA AIR COKRO DAN UMBUL NILA KABUPATEN KLATEN, SERTA MUDAL DAN WONOSADI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Alanindra Saputra
12/336692/PBI/1031 Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya air yang sangat melimpah, namun ketersediaan air bervariasi berdasarkan dimensi ruang dan waktu. Adanya perubahan iklim, kerusakan ekosistem daerah tangkapan air (DTA), sistem penggunaan air yang buruk, serta kebutuhan konsumsi air yang terus meningkat, mengakibatkan terjadinya krisis air. Rendahnya kapasistas daya tampung air hujan, dikarenakan kurang terpeliharanya dan/atau berubahnya komunitas vegetasi khususnya pohon di DTA. Karenanya diperlukan adanya studi tentang struktur vegetasi pohon di DTA, khususnya DTA pada mata air, sebagai upaya konservasi air. Penelitian bertujuan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi pohon, serta peranannya dalam siklus hidrologi. Analisis vegetasi secara ekologis (jenis tumbuhan, indeks keragaman, indeks nilai penting (INP), dominansi, frekuensi, serta kerapatan baik secara lapangan maupun NDVI di DTA mata air: Cokro dan Umbul Nila Kabupaten Klaten, Wonosadi dan Mudal Kabupaten Gunungkidul. Informasi geologi, jenis tanah, fisiko-kimia, dan curah hujan juga dicatat. Selain itu, pemodelan peran vegetasi dalam menahan limpasan dan retensi infiltrasi juga dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas area DTA mata air Cokro, Umbul Nila, Wonosadi dan Mudal berturut-turut: 828.4 ha; 547.5 ha; 1039.3 ha; 39.4 ha. Jumlah individu spesies terbanyak yang ditemukan di DTA mata air Cokro, Umbul Nila, Wonosadi dan Mudal berturutturut: Samanea saman; Ficus benjamina; Cyathocalyx pruniferus; dan Tectona grandis. INP terbesarnya berturut-turut: Samanea saman; Ficus benjamina; Cyathocalyx pruniferus; Gnetum gnemon. Hasil analisis densitas secara NDVI menunjukkan arah korelasi positif sebesar 68,8% dengan hasil analisis vegetasi langsung di lapangan. Vegetasi pohon di masing-masing DTA mata air berperan dalam siklus hidrologi dan penyediaan air tanah, ditinjau dari luas kanopi, tekstur batang, dan sistem perakarannya. Indeks keanekaragaman spesies di DTA mata air Cokro dalam kategori sedang, sedangkan di DTA lainnya tergolong rendah. Indeks kemerataan spesies di DTA mata air Mudal dalam ketegori sedang, sedangkan di DTA lainnya dalam ketegori tinggi. Hasil pemodelan limpasan air hujan menunjukkan bahwa lahan yang bervegetasi dan tertutup serasah mempunyai persentase retensi infiltrasi hingga 97%, hasil ini lebih besar jika dibandingkan dengan lahan tanpa vegetasi dan serasah, hanya 26-33%.
Kata kunci: Analisis vegetasi, mata air, infiltrasi, NDVI, Konservasi Air. |
VARIASI MORFOLOGIS DAN MOLEKULAR IKAN
NILEM (Osteochilus hasselti Cuvier & Valenciennes, 1842) DI SUNGAI SERAYU DAN BALAI BENIH IKAN PANDAK PURWOKERTO Anggari Linda Destiana
12/340141/PBI/1085 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Informasi mengenai variasi morfologis dan genetik sangat penting untuk mendukung pengembangan budidaya Ikan Nilem. Penelitian ini bertujuan mengetahui variasi morfologis dan variasi genetik Ikan Nilem dari Sungai Serayu dan Balai Benih Ikan (BBI) Pandak Purwokerto. Metode yang digunakan untuk mengoleksi sampel Ikan Nilem adalah metode survei dengan pengambilan sampel secara purposive sampling. Sejumlah 40 ekor ikan Nilem dari 4 stasiun di Sungai Serayu dan 10 ekor ikan Nilem dari 1 stasiun di BBI Pandak telah dikoleksi. Sejumlah 53 karakter morfologis pada 50 sampel Ikan Nilem telah diamati. Sejumlah 14 karakter molekular 24 sampel Ikan Nilem telah diamati dengan metode PCR-ISSR (Polymerase Chain Reaction-Inter Simple Sequence Repeat). Selanjutnya data dianalisis dengan bantuan program MVSP 3.22. Dendogram hasil analisis karakter morfologis menunjukkan terbentuknya 3 cluster dengan persentase similaritas tertinggi (95,918%) dimiliki
oleh populasi Serayu-Banjarnegara dan Serayu-Banyumas. Dendogram hasil analisis karakter molekular menunjukkan terbentuknya 3 cluster dengan persentase similaritas terendah dimiliki oleh populasi BBI Pandak. Kesimpulan penelitian ini adalah variasi morfologis dan molekular menghasilkan 3 cluster populasi Ikan Nilem. Kata kunci: Ikan Nilem (Osteochilus hasselti), Sungai Serayu, variasi genetik, morfologis, ISSR. |
EFEK TEMPERATUR TERHADAP RESPIRASI, POLA PIGMENTASI, DAN PERILAKU KATAK POHON JAWA (Rhacophorus margaritifer Schlegel, 1837) DAN KATAK KONGKANG KOLAM (Hylarana chalconota Schlegel, 1837)
Anggit Prima Nugraha
12/338470/PBI/1068 Gunung Merapi merupakan gunung salah satu gunung teraktif di Indonesia. Letusan terakhir gunung tersebut terjadi pada tahun 2010. Dari letusan tersebut turut mengenai kawasan lereng selatan. Lereng selatan Gunung Merapi diketahui memiliki keanekaragaman jenis anura yang cukup tinggi. Perbandingan data antara tahun 2010 dan tahun 2012 menunjukkan bahwa keanekaragaman anura relatif stabil. Dengan kestabilan data tersebut menunjukkan bahwa anura yang terdapat di lereng selatan Gunung Merapi dapat bertahan dari temperatur tinggi akibat adanya letusan. Mekanisme anura untuk menghindar dan bertahan terhadap temperatur tinggi tersebut belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh temperatur terhadap respirasi, pola pigmentasi, dan perilaku pergerakan serta perilaku vokalisasi. Tujuan lainnya adalah untuk mempelajari mekanisme katak untuk menghindar dari temperatur tinggi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rhacophorus margaritifer dan Hylarana chalconota. Penelitian dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan variasi temperatur. Variasi temperatur yang digunakan adalah temperatur terendah dalam lingkungan hidupnya, temperatur dalam kisaran normal, dan beberapa tingkatan temperatur di atas kisaran temperatur normal. Pengamatan dilakukan terhadap respirasi, morfologi, dan perilaku untuk mengetahui pengaruh temperatur. Pengamatan morfologi dilakukan terutama terhadap pola pigmentasi sedangkan perilaku dilakukan pada perilaku pergerakan dan perilaku vokalisasi. Respirasi meningkat pada temperatur yang semakin meninggi pada R. margaritifer sedangkan pada H. chalconota akan memasuki masa istirahat pada temperatur tinggi. Pola warna akan berubah menjadi lebih cerah pada temperatur yang semakin tinggi dan terlihat baik pada R. margaritifer dan H. chalconota. Pada R. margaritifer pergerakan akan dominan pada daerah tanah dibandingakan daerah yang lebih tinggi sedangkan pada H. chalconota akan lebih banyak berada pada wilayah perairan. H. chalconota memiliki vokalisasi yang lebih beragam apabila dibandingkan R. margaritifer. Pada temperatur tinggi H. chalconota lebih mementingkan adaptasi secara fisiologi apabila dibandingkan dengan perilaku. Kata Kunci : Anura, Temperatur, Pola Pigmentasi dan Perilaku |
KERAGAMAN POPULASI KAWISTA (Limonia acidissima L.) di BIMA DAN REMBANG BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGIS DAN ANATOMIS
Ariyansyah
12/338181/PBI/1058 Karakter morfologis tumbuhan umumnya masih digunakan sebagai dasar dalam klasifikasi tumbuhan sampai saat ini. Bukti-bukti yang dapat mendukung dalam klasifikasi tersebut antara lain: anatomi, embriologi, biokimia termasuk molekular. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaman dan kekerabatan kawista dari daerah Bima dan Rembang. Metode penjelajahan digunakan untuk mengumpulkan bukti morfologi. Perbedaan karakter morfologis yang ditemukan dianalisis secara kualitatif deskriptif maupun kuantitatif. Pembuatan preparat anatomi dengan metode leaf clearing dan paraffin embedding. Interpretasi anatomi dilakukan pada organ batang, daun dan pollen (SEM) serta deskripsi secara kualitatif dan ada yang dilakukan secara kuantitatif. Karakter terpilih diberi skor dan indeks similaritas dihitung dengan metode koefisien asosiasi dengan rumus Gower General Similarity Coefficient. Data dianalisis dengan oftware MVSP (Multi-Variate Statistical Package) 3.13n. untuk mendapatkan hasil berupa dendogram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 2 klaster, yaitu klaster A (buah kecil dan besar baik pada kawista di Bima maupun Rembang) dengan indeks similaritas 65,3%. Nilai indeks similaritas tertinggi dimiliki oleh klaster B (buah besar dari Bima) 74,3%. Karakter utama yang membedakan kedua klaster tersebut adalah warna kulit batang, ukuran buah dan bentuk ujung buah. Sedangkan kontruksi dendogram anatomi terdapat 2 klaster yang berbeda dengan dendogram morfologi. Perbedaan utama karakter anatomis adalah kerapatan stomata, bentuk ruang sekretori dan tebal jaringan xilem. Klaster A dengan indeks similaritas 35,8% (kawista Rembang) yang memisah dari 4 kelompok lainnya. Nilai indeks similaritas tertinggi dimiliki kelompok kawista Bima 49,9%. Karakter anatomis dalam hal ini tidak sepenuhnya mendukung klasifikasi berdasakan morfologi.
Kata Kunci: Karakter Anatomis, morfologis, Limonia acidissima L. |
PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANGGREK Vanda Hibrida (Vanda limbata x Vanda tricolor) IN VITRO DAN AKLIMATISASI Atika Okta Melisa
12/338125/PBI/1055 Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang memiliki keindahan bentuk bunga dan warna yang sangat beragam dan tersebar di seluruh dunia. Persilangan anggrek umum dilakukan untuk peningkatan kualitas dari anggrek baik secara genetik ataupun morfologinya. Salah satu contoh persilangan yaitu Vanda limbata dengan Vanda tricolor. Dalam budidaya anggrek sering digunakan teknik kultur in vitro. Pupuk organik sekarang sudah mulai digunakan dalam media kultur in vitro. Penggunaan pupuk dapat meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan planlet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk organik cair terhadap pertumbuhan planlet dan untuk mengetahui konsentrasi dan jenis pupuk terbaik untuk menghasilkan pertumbuhan yang terbaik. Pupuk yang digunakan ada 3 macam yaitu, Amino-age, Fertile dan Namira. Konsentrasi yang digunakan adalah 0;0,5;1;1,5;2 dan 2,5 ml/L baik saat kultur in vitro maupun aklimatisasi. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif, peubah yang diamati adalah , warna daun, warna akar dan morfologi planlet. Data kuantitatif dianalisis menggunakan ANOVA dan DMRT taraf 5%. Parameter yang diamati adalah panjang daun, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar serta persentase ketahanan hidup planlet, baik sebelum maupun sesudah aklimatisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik cair menyebabkan penambahan panjang daun, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar. Penambahan pupuk organik cair pada media tanam menyebabkan peningkatan tebal epidermis, tebal mesofil dan diameter berkas pengangkut pada daun, selain itu juga meningkatkan tebal velamen, tebal korteks dan diameter berkas pengangkut pada akar. Kata kunci : Kultur in vitro, pupuk organik, aklimatisasi, Vanda limbata, Vanda tricolor |
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KLOROFORM DAN METANOL BATANG DAN DAUN TANAMAN DAUN DEWA (Gynura pseudochina (L.) DC.)
Aulia Ul Millah
12/338444/PBI/1064 Daun dewa (Gynura pseudochina (L.) DC.) merupakan salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai salah satu sumber obat tradisional. Pemanfaatan tanaman ini sebagai antioksidan belum banyak digunakan oleh masyarakat. Tujuan penelitian ini mengetahui aktivitas antioksidan pada ekstrak kloroform dan metanol batang dan daun, mengetahui golongan senyawa yang berperan sebagai antioksidan dan mengetahui hubungan antara kandungan fenol total dan aktivitas antioksidan, flavonoid total dan aktivitas antioksidan ekstrak kloroform dan metanol pada organ batang dan daun Gynura pseudochina (L.) DC. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut kloroform dan metanol. Pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Nilai IC50 paling rendah dilanjutkan dengan fraksinasi menggunakan 8 eluen. Pengukuran kandungan fenol total menggunakan metode Folin-Ciocalteau dan pengukuran kandungan flavonoid total mengunakan metode Alumunium Chloride (AlCl3)Colorimetri. Identifikasi golongan dilakukan dengan mengunakan pereaksi semprot sitroborat dan FeCl3. Data dianalisis dengan uji korelasi regresi, analisis probit, one way anova dan uji DMRT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun Gynura pseudochina (L.) DC memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dengan nilai IC50 281,84 µg/mL dan fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi adalah fraksi kloroform : etil asetat (1:3) dengan nilai IC50 489,78 µg/mL. Kandungan fenol total dan kandungan flavonoid total pada ekstrak metanol daun memiliki kontribusi terhadap aktivitas antioksidan masing-masing sebesar 98 % dan 95 %. Hasil reaksi semprot diketahui bahwa senyawa yang berperan sebagai antioksidan pada fraksi paling potensial adalah golongan senyawa fenol.
Kata kunci: Daun dewa (Gynura pseudochina (L.) DC.), Antioksidan, Fenol Flavonoid. |
ANALISIS KEKERABATAN POPULASI ULAR Malayopython reticulatus (Schneider, 1801) DI KEPULAUAN SULAWESI SELATAN BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGIS DAN MOLEKULAR
Berry Fakhry Hanifa
12/339653/PBI/01073 Malayopython reticulatus tersebar luas di Asia Selatan hingga Asia Tenggara, termasuk sebagian besar pulau di Indonesia selain Papua dan sekitarnya. Malayopython reticulatus terbagi ke dalam 3 Subspesies berdasarkan karakter morfologis dan dikuatkan dengan data molekular. Barrier geografis yang terdapat antar populasi merupakan indikasi terjadinya pembentukan Subspesies baru. Dua Subspesies terbaru diketahui berasal dari pulau Selayar dan Tanahjampea (Sulawesi Selatan). Namun demikian, terdapat beberapa populasi memiliki karakter morfologis yang khas dan belum tercatat tersebar di Pulau Karumpa, Madu, dan Kalaotoa (Sulawesi Selatan). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter morfologis dan molekular ular Malayopython reticulatus pada populasi tersebut dan meneliti hubungan kekerabatan ular Malayopython reticulatus populasi Karumpa, Madu, dan Kalaotoa. Penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama adalah identifikasi morfologi yang meliputi morfometri, karakterisasi kepala, dan penghitungan jumlah sisik tubuh. Tahap selanjutnya adalah isolasi DNA cytochrome b dan sequencing. Analisis data menggunakan software BLAST, DNA Baser, ClustalX dan Mega5 dengan menggunakan metode maximum likelihood, maximum parsimony, dan neighbor joining. Hasil penelitian menunjukan tiga populasi yang dikaji memiliki kekerabatan dekat satu sama lain. Tiga populasi yang dikaji lebih berkerabat terhadap M. r. reticulatus dan M. r. jampeanus dibandingkan M. r. saputrai. Tiga populasi yang dikaji diduga kuat sebagai missing link sekaligus batu loncatan persebaran M. reticulatus dari Sunda Kecil menuju Pulau Jampea.
Kata kunci: Analisis kekerabatan, Malayopython reticulatus, karakter morfologis, cytochrome b |
PENGARUH ETHEPHON TERHADAP EKSPRESI GEN
ANDROMONOECIOUS DAN PEMBENTUKAN BUNGA PADA TANAMAN MELON (Cucumis melo L.) Eko Prasetya
12/337939/PBI/1047 Tanaman melon (Cucumis melo L.) memiliki variasi jenis kelamin yang luas dan dapat menjadi sumber informasi penting dalam analisis genetik dan program pemuliaan tanaman. Gen andronomoecious adalah gen yang berperan dalam biosintesis etilen. Gen tersebut mempengaruhi penentuan jenis kelamin pada tanaman melon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh etephon terhadap ekspresi seks dan kualitas buah melon serta mengidentifikasi secara molekular tingkat ekspresi gen andromonoecious pada bunga tanaman melon. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Split-plot Rancangan Acak Lengkap dengan penanaman melon kultivar Melodi Gama 1, kultivar Melodi Gama 3, varietas Bartek, dan varietas PI 371795 di greenhouse Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM. Petak utama yang diamati adalah jenis melon sedangkan anak petak adalah variasi konsentrasi etephon. Pengaruh ethephon dihitung menggunakan software SAS 9.3. Analisis ekspresi gen dilakukan dengan cara isolasi RNA dari bunga jantan, betina, dan hermaprodit setiap jenis melon. Hasil isolasi RNA yang diperoleh diamplifikasi dengan RT-PCR dua tahap dengan menggunakan primer qPCR-A_F3 dan qPCR-A_R3. Sampel yang menunjukkan target fragmen DNA dengan panjang 81 bp dianalisis secara kuantitatif menggunakan real-time PCR dengan metode relative quantitation Pfaffl menggunakan gen referensi actin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ethephon 100 ppm dapat meningkatkan hasil panen, sedangkan perlakuan ethephon 50 dan 75 ppm meningkatkan berat buah, diameter horizontal buah, diameter vertikal buah, dan rasio diameter. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan ethephon 75 ppm dan 100 ppm meningkatkan jumlah bunga betina atau hermaprodit dan menurunkan jumlah bunga jantan. Ekspresi gen andromonoecious pada bunga betina lebih tinggi hingga 8,6-12,3 kali jumlah bunga jantannya, sedangkan pada bunga hermaprodit 1,2-2,3 kali jumlah bunga jantannya.
Kata Kunci: gen andromonoecious, Cucumis melo L., ethephon, Real-time PCR |
IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA
ANTIOKSIDAN PADA EKSTRAK KLOROFORM DAN METANOL DAUN DAN BUNGA JENGGER AYAM (Celosia cristata L.) Christi Andrian Parapat
12/338445/PBI/1065 Jengger ayam (Celosia cristata L.) merupakan salah satu tumbuhan yang banyak digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan penyakit. Salah satu penyebab timbulnya penyakit adalah terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan golongan senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai antioksidan pada ekstrak yang potensial. Dilakukan juga pengukuran kandungan fenol total dan flavonoid total pada ekstrak. Aktivitas antioksidan diukur dengan uji penghambatan radikal DPPH. Ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi kemudian difraksinasi dengan menggunakan enam macam eluen. Fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi kemudian di KLT dengan menggunakan pereaksi semprot FeCl3 dan sitroborat. Kandungan fenol total diukur dengan metode FolinCiocalteu. Sedangkan kandungan flavonoid total diukur dengan metode alumunium chloride (AlCl3) colorimetric. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan paling tinggi dihasilkan oleh ekstrak metanol bunga (IC50 954,99 μg/ml). Fraksi etil asetat 100% dan fraksi metanol 100% menunjukkan nilai IC50 yang rendah, yaitu masing-masing 852,31 μg/ml dan 726,61 μg/ml. Golongan senyawa yang teridentifikasi adalah senyawa fenolik dan flavonoid. Kandungan fenol total tertinggi ada pada ekstrak metanol bunga (57,23 mg GAE/g). Kandungan flavonoid paling besar ada pada ekstrak metanol daun (44,33 mg QE/g).
Kata kunci: Jengger ayam (Celosia cristata L.), antioksidan, DPPH, fenolik, flavonoid |
PENGARUH PAKLOBUTRAZOL DAN SITOKININ
TERHADAP PERTUMBUHAN BATANG SERTA BIJI PADI HITAM (Oryza sativa L. ‘Cempo Ireng’) Darussalam
12/339652/PBI/1072 Sebagian besar penduduk Asia mengkomsumsi beras sebagai makanan pokok, namun beras hitam belum banyak dikonsumsi. Beras hitam banyak mengandung antosianin sebagai antioksidan. Padi beras hitam (Oryza sativa L. ‘Cempo Ireng’) memiliki batang tinggi sehingga mudah rebah selain itu alokasi fotosintat pada padi beras hitam akan menentukan parameter hasil. Paklobutrazol merupakan inhibitor sintesis giberelin dan menyebabkan batang padi menjadi lebih pendek. Kandungan sitokinin endogen biasanya tinggi pada fase awal pengisian biji kemudian turun drastis. Melalui paklobutrazol untuk mengurangi tinggi batang ataupun meminimalkan rebah dan pemberian sitokinin untuk meningkatkan translokasi fotosintat, diharapkan dapat diketahui peran sitokinin pada proses translokasi fotosintat pada tanaman padi hitam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran paklobutrazol dan sitokinin terhadap pertumbuhan batang, perkembangan bji, ketahanan rebah dan terhadap jumlah sel endosperm, kandungan sukrosa, pati, amilosa serta amilopektin, maupun anatomi batang dan daun Penelitian ini menggunakan benih padi hitam ‘Cempo Ireng’, ditumbuhkan pada waskom plastik dengan volume 10 kg tanah sebagai medium tumbuh dan memakai pupuk organik. Rancangan blok yang digunakan dengan 3 konsentrasi pakltobutrazol, yaitu 0 ppm (kontrol), 50 ppm dan 100 ppm yang diberikan melalui daun pada umur 10 minggu setelah tanam (2 minggu sebelum keluar malai) dan perlakuan dengan kinetin konsentrasi 10-5M yang dilarutkan pada 0,8% agar dengan cara disuntikkan pada internodus daun bendera yang diberikan dua minggu setelah keluar malai dengan frekuensi 2 kali dengan selang waktu 2 hari, maka terdapat 6 kombinasi dengan 8 ulangan. Parameter yang diteliti adalah laju fotosintesis dan luas daun, perkembangan biji, laju pertumbuhan biji yang diperlakukan dengan kinetin, laju pertumbuhan biji kultur padi yang dikultur pada medium cair (M-S medium dengan atau tanpa kinetin ), jumlah sel endosperm, kandungan sukrosa (diukur dengan menggunakan HPLC), berat kering 100 biji dan persentase biji isi, kandungan pati (dengan metode anthron), amilosa (dengan metode I2-KI) dan kandungan amilopektin, tinggi batang, panjang ruas, diameter batang dan ketahanan rebah, anatomi batang dan daun. Analisis statistik data yang digunakan adalah DMRT untuk membedakan rerata antar perlakuan dan students’ t-test untuk laju pertumbuhan biji yang diperlakuan dengan kinetin pada aras 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis distimulasi oleh sitokinin, paklobutrazol menurunkan luas daun, kombinasi paklobutrazol dengan sitokinin lebih tinggi dari pada perlakuan paklobutrazol baik untuk laju fotosintesis maupun luas daun, sitokinin meningkatkan pertumbuhan biji baik in vivo maupun in vitro, berat kering 100 biji, persentase biji isi, kombinasi paklobutrazol dengan sitokinin lebih tinggi dari pada perlakuan paklobutrazol baik untuk berat kering 100 biji, dan jumlah sel endosperm tertinggi perlakuan dengan sitokinin, kandungan sukrosa tertinggi pada 50 ppm paklobutrazol, kombinasi paklobutrazol dengan sitokinin lebih tinggi dari pada kontrol, kandungan pati dan amilosa meningkat oleh sitokinin dan kandungan amilopektin tidak terpengaruh oleh sitokinin, paklobutrazol meningkatkan kandungan amilopektin. Sel parenkim batang menjadi padat dan tanpa ruang antar sel, sel epidermis daun menjadi lebih tebal disebabkan oleh perlakuan dengan paklobutrazol.
Kata kunci: padi hitam, paklobutrazol, sitokinin, fotosintat. |
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK METHANOL
DAN KLOROFORM BATANG DAN DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L.) Dian Delta
12/338121/PBI/1054 Tanaman kemangi (Ocimum basilicum L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber obat tradisional. Kandungan senyawa metabolit sekunder terbesar pada tanaman kemangi adalah methyl chavicol dan
rosmarinic acid yang merupakan kelompok senyawa fenolik dengan aktivitas antioksidan sebagai agen pereduksi, donor hidrogen dan penghilangan oksigen tunggal. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antioksidan batang dan daun kemangi, golongan senyawa yang berperan sebagai antioksidan dan korelasi antara kandungan fenol dan flavonoid terhadap aktivitas antioksidan. Ekstraksi dilakukan secara bertingkat menggunakan maserasi dengan pelarut kloroform dan methanol. Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode senyawa 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Pengujian kandungan fenol total dilakukan dengan metode folin-ciocalteau. Pengujian kandungan flavonoid dilakukan dengan metode AlCl3. Pengujian dilakukan masing-masing sebanyak 3 ulangan. Komponen senyawa dalam ekstrak dipisahkan menggunakan Vacuum Liquid Chromatography (VLC). Pemantauan komponen senyawa menggunakan Kromatografi lapis Tipis (KLT). Hasil penelitian menunjukkan ekstrak methanol daun memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi dari 4 jenis ekstrak yang diuji (IC50 169,8 μg/mL). Kandungan fenol dan flavonoid total tertinggi diperoleh pada ekstrak methanol daun dengan nilai berturut-turut 111,75 mgGAE/g dan 31,36 mgQE/g. Fenol dan flavonoid memiliki korelasi positif terhadap aktivitas antioksidan dengan nilai berturut-turut 69 % dan 63,8 %. Ekstrak methanol daun sebelum fraksinasi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari fraksi yang dihasilkan yang ditunjukkan oleh nilai IC50 yang lebih rendah. Dari identifikasi senyawa, didapatkan senyawa metabolit sekunder yang berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol. Kata kunci: Kemangi, antioksidan, DPPH, fenol, flavonoid. |
FERMENTASI SUBSTRAT PADAT LIMBAH AMPAS
KELAPA DENGAN KAPANG LIPOLITIK UNTUK PRODUKSI LIPASE Eko Suyanto
12/339976/PBI/01077 Lipase (triacyl glyserol acyl hydrolases, E.C 3.1.1.3) yang dihasilkan oleh kapang lipolitik mempunyai nilai ekonomi tinggi dibidang industri dan termasuk kelompok enzim hidrolase yaitu meng-hidrolisis senyawa triasilgliserol menjadi
gliserol dan asam lemak. Tujuan penelitian adalah mendapatkan kapang lipolitik yang memiliki aktivitas hidrolisis tinggi dan menguji pengaruh manipulasi faktor lingkungan pertumbuhan kapang lipolitik terpilih terhadap produksi dan aktivitas lipase. Penelitian diawali dengan purifikasi, skrining dan seleksi isolat kapang. Kapang yang menunjukkan aktivitas lipase tertinggi digunakan untuk percobaan selanjutnya. Peningkatan produksi dan aktivitas lipase kapang lipolitik dilakukan melalui percobaan manipulasi lingkungan tumbuh (pH substrat dan suhu inkubasi) pada ampas kelapa menggunakan metode solid state fermentation (SSF). Adanya pengaruh dianalisis melalui penentuan kadar protein Bradford, aktivitas hidrolisis lipase, perubahan pH, biomassa spora dan volume supernatan ekstrak kasar lipase. Karakterisasi lipase dilakukan pada lipase yang diperoleh saat kondisi optimum produksi lipase. Kapang lipolitik dikarakterisasi melalui pengamatan fenotipik kapang sesuai metode standart dan diidentifikasi secara profile matching. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat kapang yang menghasilkan aktivitas hidrolisis terbesar adalah isolat KLC-33 sebesar 13,33 U/ml dengan aktivitas protease terkecil yaitu 0,145 U/ml. Kondisi optimum produksi lipase diperoleh pada penambahan jumlah spora kapang 1x106 spora/ml, volume larutan pengekstrak 75 ml, pH medium 4 dan suhu inkubasi 30oC dengan aktivitas hidrolisis sebesar 18,33 U/ml serta volume enzim 72,5 ml. Aktivitas lipase bekerja optimum pada pH 3, suhu inkubasi 30oC dan penambahan 0,01 M ion logam Co2+ sebesar 25,83 U/ml, 20,83 U/ml dan 48,33 U/ml secara berurutan. Isolat KLC-33 diidentifikasi sebagai Aspergillus niger. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa limbah ampas kelapa merupakan medium efektif pertumbuhan kapang lipolitik. Produksi dan aktivitas lipase mengalami peningkatan yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya kondisi pH medium dan suhu inkubasi fermentasi. Kata kunci: Lipase, kapang, ampas kelapa, SSF, hidrolisis |
AKUMULASI Mn PADA KERANG Ligumia nasuta (Say, 1817)
DI SUNGAI CIPUTRI, BANDUNG, JAWA BARAT Endah Kartikawati
12/338112/PBI/01053 Hulu Sungai Ciputri Bandung, telah tercemar logam Mn dari kotoran sapi di Desa Cikidang. Ligumia nasuta (Say, 1817) sebagai organisme akuatik dapat digunakan sebagai bioakumulator untuk mengurangi pencemaran logam, salah satunya Mn. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari akumulasi Mn pada Ligumia nasuta (Say, 1817). Konsentrasi logam Mn dalam air sungai, cairan ekstra palial, ginjal, hemolimfe, insang, kaki, kelenjar pencernaan, mantel, dan usus ditentukan dengan Atomic Absorbance Spectrophotometer (AAS). Kerang disampling pada hari ke-0, 1, dan 6 setelah transplantasi di tiga stasiun, yaitu sebelum, paling dekat, dan setelah sumber polutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi Mn tertinggi terjadi pada kelenjar pencernaan (25mmol kg-1 berat basah) pada stasiun 2 hari ke 6. Urutan akumulasi Mn2+ pada L. nasuta adalah kelenjar pencernaan > insang > mantel > ginjal > kaki > usus > EPF > HML. Paparan logam Mn2+ pada L. nasuta sebagian besar melalui air, bukan melalui makanan dengan lonjakan beban tubuh tertinggi pada insang, yaitu 6,2 kali terhadap kontrol, diikuti kelenjar pencernaan (2,5 kali terhadap kontrol) dan mantel (2,2 kali terhadap kontrol).
Kata kunci: Akumulasi, Ligumia nasuta, Mn |
PREFERENSI HABITAT BURUNG DI KAWASAN
BENDUNG GERAK SERAYU BANYUMAS JAWA TENGAH Enggar Lestari
12/340126/PBI/1084 Interaksi antara burung dengan habitat merupakan langkah awal untuk mengetahui status konservasinya. Salah satu upaya untuk mengetahui interaksi burung dengan habitat dilakukan melalui preferensi habitat. Bendung Gerak Serayu yang terletak di Banyumas Jawa Tengah memiliki keanekaragaman burung yang tinggi, tetapi baru sedikit informasi mengenai burung di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur komunitas burung, struktur vegetasi, preferensi habitat ditinjau dari interaksi antara burung dengan habitat. Metode pengambilan data burung menggunakan garis transek dan daftar jenis MacKinnon sedangkan pengambilan data vegetasi menggunakan petak contoh ukuran 10 x 10 m. Analisis data burung menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks kemerataan, indeks kesamaan Jaccard, dan indeks nilai penting. Data vegetasi dianalisis menggunakan indeks nilai penting dan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di kawasan Bendung Gerak Serayu terdapat 30 familia burung yang terdiri dari 60 spesies burung dan 1702 individu dengan indeks keanekaragaman sebesar 2,782 dan indeks kemerataan sebesar 0,701. Indeks kesamaan Jaccard tertinggi antara perkebunan pinus dengan perkebunan jati sebesar 50%. Feeding guild di kawasan Bendung Gerak Serayu didominasi oleh insektivora dengan persentase sebesar 45,2%. Kemelimpahan relatif didominasi oleh 2 spesies yaitu Collocalia linchi dan Lonchura leucogastroides. Densitas tumbuhan tertinggi di lokasi persawahan dan tegalan sebesar 844.721 ind/ha, penutupan tajuk tertinggi di lokasi perkebunan pinus sebesar 31,153% dan dominansi sebesar 40,706%. Penggunaan strata vegetasi di kawasan Bendung Gerak Serayu tertinggi di stratum II kemudian diikuti oleh stratum III, dan stratum I. Preferensi habitat burung di kawasan Bendung Gerak Serayu yaitu persawahan dan tegalan didominasi oleh habitat bertengger dan mencari pakan dengan nilai persentase sebesar 40,91% dan di pekarangan, perkebunan pinus, perkebunan jati didominasi oleh habitat bertengger atau istirahat masing-masing dengan nilai persentase sebesar 31,82%; 45,45%; dan 52,38%.
Kata kunci: Preferensi habitat, keanekaragaman burung, Bendung Gerak Serayu, vegetasi, Banyumas |
SKARIFIKASI DAN PEMBERIAN GIBERELIN
UNTUK MEMPERCEPAT PERKECAMBAHAN BIJI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) Fajar Ria Dwi Natalia Sianipar
12/338008/PBI/1052 Buah merah (Pandanus conoideus Lam.) dimanfaatkan sebagai bahan pangan, obat-obatan dan pewarna. Masyarakat lokal Papua tidak menggunakan biji buah merah sebagai benih untuk perbanyakan tumbuhan tersebut disebabkan biji buah merah sulit berkecambah, mungkin mengalami dormansi. Beberapa metode diketahui dapat mempercepat perkecambahan biji yakni dengan metode skarifikasi dan pemberian giberelin. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlakuan skarifikasi, pemberian giberelin dan kombinasi kedua perlakuan tersebut dalam mempercepat perkecambahan biji buah merah serta mengetahui struktur morfologis dan anatomis biji buah merah. Penelitian dilakukan dengan mengkaji perkecambahan biji buah merah dengan skarifikasi menggunakan amplas dan pisau, pemberian giberelin dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 1000 ppm dan kombinasi kedua perlakuan tersebut. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 ulangan dan masing-masing kombinasi perlakuan digunakan 20 biji. Evaluasi viabilitas biji dilakukan dengan menggunakan TTC, tes imbibisi, pelacakan pewarnaan dan mengamati struktur morfologis dan anatomis biji buah merah. Data dianalisis secara kuantitatif berupa persentase biji berkecambah, laju perkecambahan dan persen peningkatan massa biji menggunakan analisis sidik ragam dan data kualitatif berupa morfologis dan anatomis biji, viabilitas biji serta hasil pelacakan warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji buah merah tidak dapat berkecambah pada semua perlakuan yang diujikan. Viabilitas biji buah merah sangat rendah (12%). Pada tes imbibisi diketahui terjadi penyerapan air oleh bagian kulit biji dan buah. Hasil pelacakan pewarnaan menunjukkan pewarna tidak dapat menembus endokarp dan tidak mewarnai bagian endosperm dan embrio setelah perendaman 4 jam. Biji buah merah terdiri dari kulit biji, endosperm dan embrio. Kulit biji buah merah terdiri atas sel-sel parenkim dan sel-sel berdinding lignin. Pada lapisan luar kulit biji dilapisi oleh sumbatan, lapisan lendir dan perikarp. Endosperm berupa sel-sel parenkim berisi amilum dan embrio berukuran kecil yang disusun oleh sel-sel parenkim. Kata kunci: Buah merah, Perkecambahan biji, Skarifikasi, Giberelin |